Notification

×

Iklan 970x250 - 728x90 Desktop

Iklan 728x90 Mobile

Indeks Berita Desktop Kanan

Terpopuler

Nasional (17) Peristiwa (16) Kep Riau (15) Hukum (8) Olahraga (7) Edukasi (6) Ekonomi (5) Hype (5) Timnas (4) Internasional (3) Politik (3) Tokoh (3) IKN (2) Kesehatan (2) Tanjungpinang (2) Wanita (2) Fashion (1)

INDEF: Penerapan PPN 12% Menekan Daya Beli Dalam Negeri, Siap-siap RI Banjir Produk Impor

Rabu, 20 Maret 2024 | 16.21 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-20T09:21:25Z

 


Pinangdaily, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) khawatir kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan menyebabkan RI kebanjiran barang impor. Meningkatnya impor terjadi karena masyarakat ingin mencari barang yang lebih murah dari luar negeri.

"Dengan adanya perbedaan PPN yang terjadi bisa saja berkontribusi pada makin tingginya impor dari luar negeri, karena untuk mendapatkan harga yang lebih murah," kata Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Abdul Manap Pulungan dalam diskusi publik mengenai dampak PPN 12%, Rabu (20/3/2024) dikutip dari CNBC Indonesia.

Abdul Manap mengatakan kenaikan impor bisa terjadi karena PPN 12% yang akan diberlakukan di Indonesia relatif lebih tinggi dari negara-negara kawasan Asia Tenggara. Dia membandingkan Malaysia hanya menerapkan tarif PPN sebesar 10%, lalu Singapura hanya 9% dan Thailand hanya 7%.

Manap mengatakan Jepang yang tergolong negara maju juga hanya menerapkan PPN sebesar 10%. Begitupun Korea Selatan hanya 10%. PPN di Indonesia hanya setara dengan Filipina yang menerapkan tarif 12%.

Sebelumnya, kepastian mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Airlangga Hartarto. Penerapan tarif baru ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang telah disahkan sejak 2021.

Undang-Undang itu memerintahkan agar tarif PPN dinaikkan menjadi 11% pada April 2022. Kenaikan itu kini sudah dilakukan. UU juga memerintahkan agar tarif PPN kembali dinaikkan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan lebih setuju pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan), ketimbang tarif PPN menjadi 12%.

"Kenapa enggak PPh Badan saja dinaikkan, karena itu kan setelah untung baru dibagi," ucapnya.

Sementara itu, untuk PPN ia mengatakan semakin dinaikkan malah akan menekan daya beli masyarakat di tengah tekanan pendapatannya yang terus menerus tergerus inflasi. Pengusaha pun akan terimbas karena penjualan produknya akan semakin merosot.

"(PPN) ini jadi beban semua baik produsen maupun ke konsumen," ucap Benny.

"Kalau PPh Badan kan baru dari untung, kalau enggak untung enggak dibagi, jadi fair. Kalau ini kan enggak, mau untung, mau rugi, baik produsen dan konsumen semua ikut memikulnya," tegasnya.*** (Photo Dominik Lückmann on Unsplash)


×
Berita Terbaru Update